Monday, October 10, 2016

Paus yang Meledak di Jalanan Taiwan


Waktu: 26 Januari 2004
Tempat: Tainan (Taiwan)
Fotografer: Tidak diketahui

Peristiwa ini terjadi pada pada tanggal 26 Januari 2004 di Taiwan. Seekor makhluk air raksasa dari jenis paus sperma sepanjang 17 meter dengan berat sekitar 50 ton mati terdampar di pantai yang terletak di barat-daya Yunlin, Taiwan. Paus dengan ukuran terbesar yang pernah ditemukan di negara tersebut itu pada awalnya dibawa dengan menggunakan truk trailer ke Universitas Nasional Cheng Kung di Tainan atas perintah dari Ahli Biologi Kelautan Profesor Wang Chien-Ping untuk diteliti oleh dia dan para koleganya. Karena pihak institusi universitas ternyata menolak memberikan izin, maka si paus lalu dibawa ke Wilayah Reservasi Sutsao (Shi-Tsao). BTW, karena ukurannya yang luar biasa besar, dibutuhkan waktu selama 13 jam serta tiga mesin derek dan 50 orang pekerja  hanya untuk memindahkannya dari pantai ke truk trailer!

Dalam perjalanan ke Sutsao, perut paus tersebut tiba-tiba meledak sehingga mengakibatkan tumpahnya ceceran darah yang menggenangi jalan dan membasahi mobil di dekatnya, serta ditambah lagi dengan gumpalan organ-organ perut yang berserakan dimana-mana. Seorang warga setempat menggambarkan bahwa kejadian tersebut "layaknya film horor, dimana darah dan organ dalam yang keluar dari perut paus tersebut begitu menjijikkan dan mengeluarkan bau yang benar-benar busuk".

Profesor Wang Chien-Ping dari Universitas Nasional Cheng Kung memperkirakan bahwa ledakan ini terjadi akibat gas yang timbul dari proses pembusukan yang terjadi secara alami setelah paus tersebut mati. Selama satu tahun selanjutnya, Wang melakukan penelitian terhadap bangkau paus sperma yang kematiannya - serta proses peledakannya - menimbulkan kehebohan besar di Taiwan tersebut. Beberapa bagian darinya kini dipamerkan di Musium Purba Taijiang. 






Sumber :
http://1001pintu.blogspot.co.id/2011/03/seekor-ikan-paus-raksasa-meledak-di.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Exploding_whale
https://id.crowdvoice.com/posts/perut-paus-meledak-di-tengah-jalan-raya-23gA
http://news.bbc.co.uk/2/hi/science/nature/3437455.stm

Sunday, February 28, 2016

Petugas Pemadam Kebakaran yang Memberi Minum Koala


Waktu: 1 Februari 2009
Tempat: Victoria (Australia)
Fotografer: Mark Pardew

Seorang sukarelawan petugas pemadam kebakaran Australia menerima penghargaan sebagai seorang pahlawan dari organisasi aktivis penyelamatan satwa PETA. David Tree dinilai berjasa karena menyelamatkan seekor Koala yang kehausan dan menderita akibat kebakaran hebat yang melanda hutan di negara bagian Victoria, yang dinamakan sebagai "Black Friday" (Jum'at Hitam).

Sam, nama dari si koala, menjadi terkenal setelah foto yang memperlihatkan dia minum dari botol minuman milik Tree. Tree menemukan Sam - yang sebagian kuku kakinya telah mengelupas akibat terbakar - di rumpun eucaliptus saat terjadi kebakaran di Mirboo North, timur-laut Melbourne, tanggal 1 Februari 2009. Demikian yang ditulis oleh AFP (Agence France-Presse) edisi hari Sabtu tanggal 14 Februari 2009.

"Kakinya terlihat sekali bermasalah sehingga membuat dia sulit untuk bergerak, jadi aku hentikan truk pemadam kebakaran kami. Saat aku dekati, dia diam saja dan tak bereaksi seakan-akan ingin mengatakan 'aku sudah pasrah'. Aku lalu menyodorkan minuman dari botol air, dan bagian yang paling menakjubkan adalah ketika dia merengkuh tanganku. Aku tak akan pernah melupakan hal tersebut."

"Kasih sayang yang ditunjukan David Tree saat menyelamatkan Sam adalah inspirasi untuk seluruh komunitas ini," ujar Direktur PETA Jason Baker.

Sam sendiri kemudian pelan-pelan mulai sembuh setelah menderita beberapa luka bakar pada tubuhnya. Dan di tempat perawatan hewan, Sam kini punya pacar baru bernama Bob. Sesama Koala tentunya.

Kebakaran semak di Australia digolongkan ke dalam bencana besar. Bagaimana tidak, akibat kombinasi antara udara panas, angin kencang yang arahnya bisa berubah-ubah setiap saat serta jangkauan hamparan yang luas, dalam waktu singkat kebakaran semak ini dapat menghabiskan ribuan hektar yang di dalamnya termasuk kawasan konservasi hutan, satwa liar, peternakan dan rumah-rumah. Kebakaran yang terjadi di bagian tenggara negara bagian Victoria, Australia tersebut telah menewaskan 81 orang, menghancurkan 1.800 rumah dan menghanguskan 450.000 hektar.

 
Sumber :
http://news.detik.com/berita/1085019/selamatkan-koala-petugas-pemadam-kebakaran-jadi-pahlawan

Saturday, February 27, 2016

Operasi Penyelamatan Elian Gonzalez


Waktu: 22 April 2000
Tempat: Miami (Amerika Serikat)
Fotografer: Alan Diaz

Alan Diaz dari Associated Press memenangkan Hadiah Pulitzer untuk kategory "Breaking News Photography" untuk fotonya yang diambil pada waktu subuh tanggal 22 April 2000 dan memperlihatkan operasi penyelamatan Elian Gonzalez. Dalam foto ini, Elian - yang baru berumur 6 tahun - berada dalam pelukan Donato Dalrymple, sementara pasukan federal Amerika menyerbu masuk ke rumah yang mereka tinggali untuk merebut Elian dari tangan pengasuhnya.

Ketika berusia 5 tahun, Elian ditemukan terapung-apung di lepas pantai Florida pada sebuah ban dalam mobil setelah ibunya dan orang-orang Kuba lainnya tenggelam saat mencoba mencapai wilayah Amerika. Ayah Elian, yang berpisah dengan ibunya, tetap tinggal di Kuba. Para pejabat imigrasi Amerika Serikat menetapkan bocah itu harus kembali ke Kuba walau ada keberatan dari kerabat-kerabat Elian di Miami dan para pengungsi Kuba lainnya. Hal ini menciptakan sebuah kehebohan nasional yang menyebabkan kandidat presiden George W. Bush dan Al Gore ikut memberikan pendapat.

Kerabatnya menolak untuk menyerahkan Elian. Agen-agen federal menggerebek rumah paman Elian di Little Havana, Miami, dengan senjata terkokang dan menangkap bocah itu dari sebuah lemari pakaian untuk dikembalikan kepada ayahnya. Elian disambut bagai pahlawan di Kuba ketika dia kembali dan ayahnya—Juan Miguel Gonzalez, seorang karyawan restoran—terpilih menjadi anggota parlemen, kursi yang masih didudukinya hingga setidaknya tahun 2010.

Kuba biasanya memperingati hari ulang tahun Elian setiap 7 Desember dengan pawai-pawai dan acara-acara lokal, tetapi acara semacam itu tidak terbuka bagi wartawan asing. Elian secara resmi kemudian bergabung dengan Persatuan Pemuda Komunis tahun 2008, dan menjadi berita utama di seluruh Kuba.


Sumber :
http://regional.kompas.com/read/2010/04/07/10363720/Gonzales..yang.Dulu.Jadi.Rebutan.Itu..Sudah.Besar

Petugas Pemadam Kebakaran dengan Bayi yang Terluka


Waktu: 19 April 1995
Tempat: Oklahoma City (Amerika Serikat)
Fotografer: Charles H. Porter IV

Pada tanggal 19 April 1995, Charles Porter sedang bekerja di bagian peminjaman Bank Liberty yang terletak di dekat pusat kota Oklahoma, Amerika Serikat. Tiba-tiba, "terdengar ledakan, ledakan yang sangat besar... suara menggelegar, seperti dentuman meriam super raksasa. Seluruh bangunan bergetar, sementara kaca jendela pecah dimana-mana. Kami segera melihat keluar jendela dan tampaklah debu dan puing-puing bertebaran di angkasa, diiringi oleh awan coklat raksasa yang membumbung tinggi."

Pikiran Porter langsung mengatakan bahwa sebuah bangunan telah meledak di sekitarnya. Dia - yang merupakan seorang fotografer amatir - segera pergi ke mobilnya dan mengambil kamera sebelum kemudian berlari menuju ke lokasi ledakan. "Terdapat banyak pecahan kaca yang berserakan di jalanan. Aku juga melihat beberapa tubuh telah tergeletak, dengan sebagiannya tak bernyawa. Seorang pria melintas tanpa memakai pakaian sementara darah mengalir dari kepalanya."

Ketika Porter berhasil mencapai bangunan pemerintahan Alfred P. Murrah yang menjadi lokasi ledakan, "seakan-akan seseorang telah mencukur habis bagian depannya dan kemudian mencongkel bagian tengahnya dengan sendok es krim. Kamu bisa melihat jelas melaluinya."

Porter langsung menjepretkan kameranya berkali-kali: gereja terdekat yang kaca berornamennya telah pecah berserakan, dan para penyelamat yang sibuk membawa orang yang terluka keluar dari lokasi ledakan. Kemudian, "aku lihat seseorang berlari di sudut mataku. Aku langsung berbalik dengan kameraku: terlihat seorang anggota kepolisian yang membawa sesuatu, lalu menyerahkannya ke petugas pemadam kebakaran. Si petugas berbalik, dan tampak dia sedang menggendong seorang bayi yang terluka parah. Dia memegangnya sambil melihatnya selama beberapa detik, dan saat itulah aku menjepretkan fotoku."

Hari itu tercatat sebagai salah satu serangan teroris terburuk dalam sejarah Amerika. Seorang veteran Perang Teluk bernama Timothy McVeigh meledakkan bom berkekuatan 4800 lbs. Sehingga meluluhlantakkan Gedung Pemerintah Federal Alfred P. Murrah. Ledakan itu telah melukai lebih dari 500 orang dan juga menewaskan 168 lainnya. Bayi yang berada dalam foto Porter tersebut adalah salah satu yang kehilangan nyawanya di hari itu. Baylee Almon yang baru berusia satu tahun.

Foto hasil Jepretan Porter kemudian memenangkan penghargaan Pulitzer tahun 1996 untuk kategori "Winner in Spot Photography".


Sumber :
http://www.newseum.org/2015/03/31/pulitzer-prize-photography-the-oklahoma-city-bombing/

Pasukan Soviet di Desa yang Dibebaskan


Waktu: Desember 1941
Tempat: Pinggiran Moskow (Uni Soviet)
Fotografer: Ivan Shagin

Dalam kancah Perang Dunia II antara Jerman dan Uni Soviet, pasukan Hitler hampir saja menguasai Moskow sebelum dipukul mundur pada bulan Desember 1941. Foto ini memperlihatkan seorang ibu dari desa di pinggiran ibukota yang memeluk tentara Soviet yang baru saja membebaskan desanya dari pendudukan pasukan Nazi. Foto ini merupakan hasil jepretan dari Ivan Shagin dan berjudul "In the Liberated Village" (Di Desa yang Dibebaskan).

Pada awal bulan Desember 1941 itu, pasukan Jerman telah menyeberangi kanal Moskow-Volga dan unit terdepannya berada hanya 20 kilometer dari Kremlin. Tapi inilah jarak terdekat yang bisa ditempuh oleh Wehrmacht dengan ibukota Soviet, karena pada tanggal 5 Desember pasukan Stalin melancarkan serangan balik besar-besaran yang memporakporandakan posisi pasukan penyerbu.

Unit-unit Soviet - banyak diantaranya baru tiba di Moskow dari markas mereka di Siberia - menyerang tentara-tentara Jerman yang sudah berada di ambang batas ketahanan mereka. Pertempuran jarak dekat berlangsung dengan sengitnya dari satu lubang pertahanan ke lubang pertahanan lainnya, dan hanya yang terkuatlah yang berhasil selamat sementara yang lebih lemah musnah.

Pasukan Jerman tidak hanya kelelahan - mereka juga kurang persiapan menghadapi musim dingin ganas yang melanda Rusia. Para pimpinan Nazi meyakini bahwa perang akan berakhir di musim gugur tahun 1941, jadi mengapa juga harus repot-repot mempersiapkan pasukan mereka untuk bertempur di musim dingin? "Saat temperatur jatuh menjadi minus 30 derajat Celcius, mesin-mesin perang kami menjadi tidak berfungsi," kata Walter Schaefer-Kehnert, seorang perwira Jerman yang bertempur di Moskow. Tidak hanya itu, tentara Jerman juga menderita banyak korban yang terkena frostbite - jari-jari mereka membeku begitu parahnya sehingga banyak yang harus diamputasi!
 
Akhirnya wilayah-wilayah di sekeliling Moskow berhasil diduduki kembali oleh pasukan Soviet yang lebih mempunyai persiapan menghadapi musim dingin, dan di salah satu desa yang dibebaskan itu lah foto ini dibuat.


Sumber :
http://rarehistoricalphotos.com/soviet-soldier-liberated-village/

Saturday, February 20, 2016

Manusia Penghadang Tank di Cina (1989)


Waktu: 5 Juni 1989
Tempat: Lapangan Tiananmen, Beijing (Cina)
Fotografer: Jeff Widener

"Tank Man", atau "Unknown Rebel", adalah sebuah julukan yang diberikan kepada seorang pengunjuk rasa di lapangan Tiananmen pada tanggal 5 Juni 1989. Orang yang hingga saat ini tidak diketahui namanya itu menjadi terkenal ketika aksi protesnya direkam, dipotret, dan dipublikasikan ke seluruh dunia. Dalam peristiwa tersebut, sang pengunjuk rasa berdiri menentang barisan tank Tipe 59 Tiongkok dan menghentikan lajunya.

Potret paling terkenal yang menggambarkan peristiwa ini adalah foto karya Jeff Widener (Associated Press) yang di ambil dari lantai ke-6 Beijing Hotel dengan lensa 400 mm. Versi terkenal lainnya adalah foto yang diambil oleh fotografer Stuart Franklin dari Magnum Photos. Foto karyanya memiliki jangkauan pandang yang lebih luas dari foto karya Widener dan memperlihatkan lebih banyak tank di depan sang Tank Man. Franklin juga berhasil memenangkan penghargaan World Press untuk foto itu. Foto tersebut juga termasuk ke dalam "100 Photos that Changed the World" (seratus foto yang mengubah dunia) versi majalah LIFE pada tahun 2003. Selain itu, peristiwa ini juga direkam dalam videotape oleh CNN dan BBC, dan telah disiarkan di seluruh dunia.

Baik foto maupun film tentang aksi sang Tank Man yang berdiri menentang barisan tank mendapat perhatian masyarakat seluruh dunia. Peristiwa tersebut menjadi berita utama di ratusan koran dan majalah dan siaran berita besar di seluruh dunia. Pada bulan April 1998, majalah TIME dari Amerika Serikat memasukan sang Tank Man sebagai 100 orang yang paling berpengaruh pada abad ke-20.

Peristiwa itu sendiri terjadi didekat Chang'an Avenue, yang membentang timur-barat sepanjang ujung selatan Kota Terlarang di Beijing, satu hari setelah tentara Cina melakukan kekerasan pada pengunjuk rasa di Lapangan Tiananmen. Pria itu berjalan di jalur kendaraan lapis baja. Dia memegang tas belanja di kedua tangannya.

Pria itu menunjuk ke tank yang mendekat, namun tak ditanggapi. Lama kelamaan keduanya saling mendekat. Orang-orang disekitar sudah menghalaunya untuk pergi, namun dia tak bergeming. Tanpa diduga, justru pasukan tank lah yang berhenti setelah berjarak sekitar 2 meter dari tempat pria itu berdiri.

Setelah berhenti, pria tersebut nampak melompat ke atas tank dan berbicara dengan awak di dalamnya. Percakapan pun selesai, dia melompat dan tank meneruskan jalannya. Tiba-tiba dua orang berseragam biru membawa pria itu dan menghilang di balik kerumunan. Banyak polemik mengenai hal ini, apakah dia dibawa oleh intel atau sipil. Hanya sedikit informasi mengenai pria itu. tabloid Inggris Sunday Express menulisnya sebagai Wang Weilin, seorang mahasiswa, 19 tahun yang kemudian dituduh sebagai perusuh oleh Partai Komunis Cina yang coba menumbangkan Tentara Pembebasan Rakyat. Namun hal ini dibantah oleh partai Komunis Cina lewat dokumen pribadi. Mereka malah tidak bisa menemukan pria tersebut. "Kami hanya tahu namanya dari wartawan. Setelah dicari identitasnya tetap tak ketemu. Apakah dia sudah mati atau dipenjara," tutur salah seorang anggota Partai Komunis China.

Keberadaan "The Tank Man" menjadi rumor yang hingga kini masih diperdebatkan. Ada yang bilang, dia dieksekusi 14 hari setelah peristiwa itu. Ada pula yang bilang dia masih hidup dan bersembunyi di dataran Cina. Siapapun dia, telah menjadi simbol peristiwa Tiananmen dan ikon abad 20.


Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Tank_Man
http://www.merdeka.com/dunia/rahasia-tersimpan-si-manusia-tank-di-tiananmen.html

Foto Paling Terkenal dalam Sejarah Olahraga (1965)


Waktu: 25 Mei 1965
Tempat: Lewiston, Maine (Amerika Serikat)
Fotografer: Neil Leifer

Pada tanggal 25 Mei 1965 Muhammad Ali meng-KO Sonny Liston dalam ronde pertama pertarungan ulang tinju kelas berat mereka - dan pada saat itulah fotografer Neil Leifer mengambil gambar yang kemudian tercatat sebagai "foto paling terkenal dalam sejarah olahraga".

Kelihatannya sesederhana itu, tapi pada kenyataannya tidaklah seperti yang terlihat, karena foto tersebut tak akan tercipta kalaulah tidak didahului oleh kejadian yang tidak menguntungkan bagi fotografernya.

Mungkin salah satu hal yang paling memberikan kontribusi - dan juga yang paling lucu - adalah bahwa posisi duduk Leifer saat mengabadikan momen tersebut semata didapatnya karena seorang fotografer yang lebih senior memerintahkannya (saat itu Leifer baru berusia 22 tahun) untuk pindah tempat duduk ke sisi ring, sementara posisi duduknya semula di dekat meja juri diklaim oleh sang fotografer senior yang bernama Herb Scharfman (dari Sports Illustrated) sebagai lokasi "langganannya". Tidak mau berdebat lebih lanjut, Leifer mengalah.

Ironisnya, ketika Liston terjatuh, satu-satunya yang bisa dilihat oleh Scharfman adalah punggung Ali (dalam foto Leifer terlihat jelas dia berada diantara kaki sang juara)!

Namun foto Leifer sendiri belum menceritakan semuanya. Kita melihat Ali menang. Namun Ali frustrasi dan malah meminta Liston bangkit lagi! Dia pikir Liston pura-pura jatuh dan menyerah kalah. Mungkin saja memang begitu. Kalaupun ada pukulan yang menjatuhkan Liston, tak ada yang melihatnya secara pasti. Yang jelas, Hingga detik ini belum jelas apakah Liston dengan sengaja menjatuhkan diri. Liston sendiri mengklaim bahwa ia terlalu takut dengan organisasi Nation of Islam (dimana Ali menjadi anggotanya), sehingga menyebabkan dia ingin pertarungan berakhir secepat mungkin walaupun dia adalah pecundangnya.

Sumber :
http://www.news.com.au/sport/sports-life/the-story-behind-the-greatest-photograph-in-sports-history/news-story/781e32670a84a2bfadcfb494eb0a924d

Friday, February 19, 2016

Bayi Menangis di Stasiun Kereta Api Shanghai (1937)


Waktu: 14 Agustus 1937
Tempat: Shanghai (Cina)
Fotografer: H.S. Wong

"Bloody Saturday" (Sabtu Berdarah) adalah nama dari sebuah foto hitam-putih yang dipublikasikan secara luas pada bulan September-Oktober 1937 dan dalam waktu kurang dari satu bulan telah dilihat oleh lebih dari 136 juta pembaca! Foto ini memperlihatkan seorang bayi Cina yang menangis diantara puing-puing Stasiun Kereta Api Shanghai Selatan, dan menjelma menjadi sebuah perlambang keganasan tentara Jepang di Cina. Diambil hanya beberapa menit setelah sebuah serangan udara Jepang yang mentargetkan warga sipil di Shanghai, fotografer H.S. "Newsreel" Wong dari Hearst Corporation (juga dikenal dengan nama Wong Hai-Sheng atau Wang Xiaoting) mengklaim bahwa dia tidak mengenali siapa si bocah yang terluka tersebut (atau bahkan jenis kelaminnya), hanya bahwa dia menangis di dekat tubuh ibunya yang telah tak bernyawa. Foto ini menjadi salah satu foto perang paling terkenal dalam sejarah, dan juga berhasil menggiring kebencian warga Barat pada pihak Jepang yang saat itu menginvasi negara Cina. Jurnalis Harold Isaacs bahkan menjuluki foto tersebut sebagai "salah satu bahan propaganda paling sukses sepanjang masa"!

Wong mengambil gambar Stasiun Selatan yang telah luluh lantak akibat dibombardir menggunakan kamera bergerak Eyemo, sementara untuk fotonya dia menggunakan kamera Leica. Foto yang sangat terkenal ini - yang diambil dari kamera Leica-nya - seringkali dirujuk bukan pada namanya, melainkan gambaran visual yang tercipta olehnya. Selain dari "Bloody Saturday", foto ini juga kerapkali diberi judul "Motherless Chinese Baby" (bayi Cina tak beribu), "Chinese Baby" (bayi Cina), atau "The Baby in the Shanghai Railroad Station" (bayi di Stasiun Kereta Api Shanghai). Pihak nasionalis Jepang sendiri murka atas tersebar luasnya foto tersebut dan menuduhnya sebagai sebuah foto sandiwara yang sengaja dirancang untuk mendiskreditkan negara mereka dan mengucilkannya dari pergaulan dunia internasional. Mereka bahkan membuka sayembara bagi siapa saja yang bisa membunuh sang fotografer maka akan diberikan uang sejumlah $50.000 (senilai dengan $820.000 di tahun 2016!).


Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Bloody_Saturday_%28photograph%29

Tragedi Terbakarnya Balon Udara Hindenburg (1937)


Waktu: 6 Mei 1937
Tempat: Stasiun Angkatan Udara Lakehurst, New Jersey (Amerika Serikat)
Fotografer: Sam Shere

Pada tanggal 6 Mei 1937, pukul 19:25 balon gas raksasa Jerman dari jenis Zeppelin bernama Hindenburg musnah terbakar dalam tempo beberapa menit saja ketika sedang mencoba untuk berlabuh dengan tiang pengikat di Stasiun Angkatan Udara Lakehurst di New Jersey, Amerika Serikat. Dalam kejadian yang terkenal itu, dari keseluruhan 97 penumpang yang menaiki Hindenburg, sebanyak 35 jiwa diantaranya tewas.

Kapal udara LZ-129 Hindenburg merupakan pesawat terbesar yang pernah dibangun pada saat itu. Pesawat itu dinamakan menurut Presiden Jerman Paul von Hindenburg, sebagaimana kebiasaan untuk menamakan semua kapal udara Jerman dengan nama lelaki. Kapal udara LZ-129 Hindenburg menggunakan rancangan terkini dengan menggunakan aluminium, berukuran sepanjang 245 meter, diameter 41 meter, dan mengandung 211.890 meter persegi gas hidrogen dalam 16 kampit atau sel. Kapal udara LZ-129 Hindenburg mempunyai daya angkut 112 ton, mempunyai empat mesin diesel berkekuatan 1100 tenaga kuda dengan kecepatan 135 kilometer per jam. Hindenburg mampu membawa 72 orang (50 orang jika menyeberangi Samudra Atlantik) dengan 61 awak kapal.

Kapal udara LZ-129 Hindenburg mempunyai bentuk yang licin dan menarik. Untuk mempertahankan bentuk yang aerodinamis, bagian penumpang terletak di dalam kantong udara dan bukan di luar. Hindenburg dilapisi dengan kain kapas yang disapu dengan campuran varnis selulus dan aluminium. Hindenburg dibangun oleh Luftschiffbau Zeppelin pada tahun 1935 dengan nilai £500.000. Kapal udara ini tercatat terbang untuk pertama kalinya pada Maret 1936 dan mencapai catatan menyeberangi Samudra Atlantik sebanyak dua kali dalam masa lima hari, 19 jam, dan 51 menit pada bulan Juli 1936. Hindenburg seharusnya diisi dengan gas helium tetapi embargo militer Amerika Serikat terhadap helium memaksa Jerman menggunakan gas hidrogen yang mudah terbakar sebagai gas pengapung.

Sebab utama kebakaran itu tidak diketahui dengan tepat. Salah satu sumber ledakan mungkin disebabkan oleh percikan listrik statis yang terkumpul dari gesekan dengan udara. Akibatnya, lapisan aluminium yang rentan akan api menjadi terbakar, dan memicu terlepasnya gas hidrogen yang mudah terbakar. Hidrogen terbakar tanpa warna, karenanya api yang menjulang mungkin menunjukkan api tersebut bukan disebabkan oleh hidrogen. Selain itu gas hidrogen di dalam Hindenburg pun telah dicampurkan dengan bau bawang putih agar dapat memberi tahukan bila terjadi kebocoran. Tidak ada siapapun yang selamat melaporkan bau bawang putih ketika penerbangan atau ketika percobaan pendaratan sebelum malapetaka tersebut. Sekiranya Amerika Serikat tidak mengenakan embargo militer kepada ekspor gas helium, api mungkin akan dapat dipadamkan lebih awal dan hanya menyebabkan kebocoran.

Terdapat beberapa kejadian kecelakaan kapal udara sebelum Hindenburg (semuanya tidak melibatkan Zeppelin) yang kebanyakan disebabkan oleh cuaca buruk. Bagaimanapun Zeppelin mempunyai catatan keselamatan yang menakjubkan. Sebagai contoh Graf Zeppelin telah terbang dengan selamat sejauh 1,6 juta km termasuk mengelilingi dunia. Pihak Jerman mengetahui dengan baik bahaya hidrogen dan telah mengamalkan langkah-langkah keselamatan yang ketat sepanjang penerbangan dengan kapal udara Zeppelin, termasuk menyimpan semua pemantik dan larangan merokok kecuali di dalam ruangan khusus. Perusahaan Zeppelin sangat bangga dengan fakta bahwa tidak ada seorang penumpang pun yang pernah terluka atau tercedera ketika terbang dengan kapal udara mereka. Zeppelin pun dianggap aman.

Musibah Hindenburg ini telah mengubah segalanya. Kepercayaan publik hilang sepenuhnya ketika mereka dihadapkan pada gambaran mengerikan dari televisi yang begitu jelas dan mengejutkan serta diiringi dengan rekaman bunyi secara langsung. Pengaruh pemberitaan yang sangat masif membuat pengangkutan Zeppelin terhenti. Peristiwa ini mengakhiri era kapal udara raksasa pembawa penumpang yang kaku .

Musibah ini diingat karena laporan berita televisi, gambar, dan rekaman radio Herbert Morrison mengenai laporan saksi mata langsung di lapangan pendaratan. Ulasan Morrison baru disiarkan pada keesokan harinya. Sebagian dari laporannya kemudian dimasukkan ke dalam tayangan berita (sehingga memberikan gambaran yang salah kepada mereka yang terbiasa melihat laporan langsung televisi pada masa kini bahwa laporan Morisson dan gambar diambil secara serentak).


Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Musibah_Hindenburg

Tuesday, February 16, 2016

Tergulingnya Truk Pembawa Bonek (1995)


Waktu: 17 Mei 1995
Tempat: Surabaya (Indonesia)
Fotografer: Sholihuddin

Setiap pengunjung yang singgah ke redaksi Jawa Pos di Graha Pena, Surabaya, mesti pernah melihat foto ini. Ini adalah karya wartawan Jawa Pos Sholihuddin yang terpilih sebagai foto terbaik World Press Photo 1995 kategori spot news. Penghargaan tersebut sangat membanggakan bagi Jawa Pos. Sebab, itu adalah penghargaan paling bergengsi bagi wartawan foto sedunia. Ada kisah menarik di balik foto yang diambil pada 17 Mei 1995 tersebut. Terutama soal lokasi pemotretan.

Apabila salah tempat membidik, fotografer bisa dijadikan objek Bonek. Kamera ditarik-tarik atau dimintai uang. Ketika sedang memotret, bisa saja saku digerayangi suporter. Dan pengalaman seperti itu biasa dialami sang wartawan. Karena itulah, sosok yang akrab disapa Sho tersebut memilih tempat aman, yakni di depan Mapolsekta Genteng, Jalan Ambengan. Lokasi yang strategis. Berjarak 300 meter dari Stadion Gelora 10 Nopember Tambaksari, tempat tersebut pasti dilewati arus suporter yang pulang.

Kebetulan, saat itu Kodam V/Brawijaya dan Polda Jatim mengerahkan truk untuk mengangkut Bonek agar lekas pulang. Biasanya mereka berlama-lama nongkrong di jalan sehingga menimbulkan kemacetan. Diberi tumpangan gratis, tentu saja mereka langsung menyerbu dan berebut naik truk. Truk pertama berangkat. Giliran truk kedua. Truk milik kodam itu dinaiki lebih banyak orang, bahkan sampai desak-desakan. ”Istilah Jawa-nya sampai munjung,” kata Sholihuddin.

Ya, namanya juga suporter, dengan kondisi itu, mereka malah bersorak-sorai. Dengan berani, mereka merobek terpal truk milik tentara hingga penumpang meluber ke atas. Suporter yang di atas malah loncat-loncat kegirangan. Mereka tidak berhenti menyanyikan yel-yel Persebaya. Maklum, kala itu Persebaya menang atas PSIS Semarang 2-0. Tingkah suporter itu membuat laju truk bagaikan orang mabuk, oleng ke kanan dan ke kiri. Untung, si sopir, Prada Munib, sadar diri. Truk dijalankannya dengan pelan. Tahu mau jatuh, para suporter malah semakin bersorak dan tertawa.

Alhasil, truk pun oleng ke kanan. Sudut kemiringan pun lama-lama mengecil. Ban di sebelah kiri terangkat. Bak bagaikan sedang freestyle. Truk kemudian maju dengan hanya ban di sebelah kanan saja. Eeeh... eeeh... byuarrr!!! Truk pun terguling. Puluhan suporter yang di atas truk semburat meloncat menyelamatkan diri.

Sholihuddin sudah memprediksi momen itu. Temaram senja yang semakin gelap membuatnya memutuskan untuk memakai blitz. Beberapa detik sebelum truk ambruk, pret, dengan sekali jepretan, foto pun didapat.

”Saat memotret itu, saya terjengkang ditabrak suporter yang loncat. Posisi saya dekat dengan truk. Hanya 10 meter. Polisi yang bersiaga langsung membantu menyelamatkan suporter yang terjepit,” ucapnya.

Ketika dicetak di kantor, alangkah kagetnya Sholihuddin dengan hasil foto yang menakjubkan! Pemimpin Redaksi Jawa Pos Solihin Hidayat memintanya memasang di halaman satu. Suatu hal yang berbahaya, mengingat truk itu adalah milik TNI-AD. Pada era Orde Baru, terlalu sensitif apabila menjelek-jelekkan tentara. ”Setelah foto itu dimuat, saya sempat diteror agar foto tersebut tidak disebarkan. Hehehe...,” katanya, lantas terkekeh.

Lantas, bagaimana kondisi para korban? Pada Jawa Pos edisi 18 Mei 1995, nama dan alamat lengkap 12 korban yang di bawa ke RSUD dr Soetomo dicantumkan. Dari kliping itulah penelusuran oleh Jawa Pos dilakukan 10 tahun kemudian (2015). Di antara 12 orang tersebut, hanya Fauzi, Budi, dan Samsul Hadi yang mencantumkan alamat valid. Bukan hanya jalan, nomor rumah pun disertakan. Jawa Pos berusaha mendatangi rumah Fauzi dan Budi di Jalan Jinten 31, Surabaya. Rumah itu memang betul merupakan rumah mereka. Namun, sang pemilik rumah mengatakan Fauzi dan Budi sudah pergi dari Surabaya. ”Entah pergi ke mana,” kata si pemilik rumah.

Jawa Pos lantas berusaha mendatangi Samsul Hadi di Jalan Gadukan Utara VIIB/26, Gresik. Setelah tanya sana-sini, akhirnya alamat yang dituju berhasil ditemukan. Terletak hampir di ujung Gang VII-B. Perlu keluar masuk gang untuk menuju ke sana. Setelah mengetuk pintu dan menunggu beberapa lama, sesosok ibu tua keluar dan bertanya. Dia tampak panik saat kami membeberkan identitas sebagai wartawan, ”Ada apa dengan anak saya?” Setelah mendapat penjelasan panjang lebar, dia pun memberikan nomor kontak Samsul. Saat ini Samsul berdomisili di Yogyakarta. ”Ada apa, Mas? Ibu saya telepon saya dan nangis nangis. Jawa Pos datang ke rumah. Nyangka-nya ada apa,” kata Samsul mengawali pembicaraan di telepon.

Setelah Jawa Pos menjelaskan maksud pencarian tersebut, dia pun mengingat kembali memori lama. Ketika truk itu terguling, Samsul berada di kap bagian dalam. ”Memang penuh banget. Ya namanya juga suporter, ndak mau diem,” ungkapnya. Beberapa detik sebelum jatuh, kepala Samsul nongol ke luar jendela truk. Jika saja dia tidak menarik kepalanya, lehernya bisa saja patah. ”Untung banget itu. Untung. Meski begitu, ya tetap saja saya cedera. Tapi, ya nggak begitu parah,” ujarnya.


Sumber :
http://www.koran.padek.co/read/detail/39145

Evakuasi Paksa Pemukim Yahudi di Amona (2006)


Waktu: 1 Februari 2006
Tempat: Amona, Mateh Binyamin, Tepi Barat (Palestina)
Fotografer: Oded Balilty

Ynet Nili, murid kelas 11 dari Yerusalem berusia 16 tahun, difoto berdiri sendirian melawan puluhan polisi Israel berpakaian hitam selama evakuasi Amona di Tepi Barat tanggal 1 Februari 2006. Meskipun foto yang diabadikan oleh fotografer Oded Balilty tersebut kemudian mendapatkan World Press Photo Award tahun 2007 untuk kategori 'People in the News', Nili mengatakan bahwa "tidak ada yang bisa dibanggakan dari hal tersebut".

Dalam percakapannya, Nili yang belajar di sebuah sekolah agama setingkat SMA malah mengatakan: "Foto ini memalukan bagi bangsa Israel. Alih-alih membela rakyat dan tanah Israel, pasukan keamanan menghancurkan rumah-rumah Yahudi. Sebuah gambar seperti ini adalah tanda aib bagi negara Israel dan saya tak perlu bangga karenanya. Foto ini tampak layaknya sebuah karya seni, tapi bukan itu yang terjadi di sana. Apa yang terjadi di Amona benar-benar berbeda."

Foto itu sendiri diambil selama bentrokan yang meletus ketika polisi mengevakuasi rumah-rumah ilegal warga Yahudi di pemukiman Tepi Barat Amona, sebelah barat Ramallah. Pasukan keamanan bertindak untuk mengamankan keputusan pengadilan berwenang yang memerintahkan penghancuran sembilan rumah di pemukiman yang dianggap tidak sesuai undang-undang.

Sekitar 200 orang terluka ketika ratusan pemukim dan pendukung mereka menolak evakuasi secara paksa. Fotografer Balilty dari Associated Press (AP) mengatakan bahwa ia dan sejumlah fotografer lain pada awalnya bersama-sama meliput peristiwa tersebut, tapi kemudian pada titik tertentu mereka memutuskan untuk berpisah demi mencari sudut pandang yang berbeda.

Nili berkata: "Kau lihat aku di photo itu, satu lawan banyak, padahal itu hanyalah ilusi. Dibalik banyak orang itu adalah satu orang yang memimpinnya, Perdana Menteri Ehud Olmert, sementara di belakangku adalah Tuhan dan seluruh rakyat Israel."


Sumber :
http://beritahoaxislamindonesia.blogspot.co.id/2014/03/wanita-palestina-ini-yang-melindungi.html
http://www.worldpressphoto.org/collection/photo/2007

Saturday, February 13, 2016

Hukuman Mati Ruth Snyder


Waktu: 12 Januari 1928
Tempat: Penjara Sing Sing, New York (Amerika Serikat)
Fotografer: Tom Howard

Anda penasaran mengapa foto eksekusi hukuman mati sulit dilihat di media massa? Foto berikut inilah penyebabnya.

Pelaksanaan hukuman mati di era modern nyaris tidak pernah didokumentasikan. Indonesia misalnya, melarang wartawan atau warga umum menonton proses eksekusi regu tembak. Dari seluruh arsip hukuman mati, foto-foto yang beredar kebanyakan berupa ilustrasi atau situasi penjara sebelum dan sesudah eksekusi. Tapi di Amerika Serikat, seorang fotografer pemula berhasil mengabadikan saat-saat terakhir terpidana meregang nyawa di kursi listrik.

Foto itu, menurut Majalah TIME edisi 10 April 2014, merupakan satu-satunya rekaman gambar paling detail dan dramatis dari sebuah hukuman mati sepanjang sejarah!

Pesakitan yang sedang dijemput ajal melalui kursi listrik dalam foto itu bernama Ruth Snyder. Dia adalah ibu rumah tangga asal Kota New York, yang pada tahun 1927 dinyatakan bersalah karena melakukan pembunuhan berencana terhadap suaminya sendiri, Albert Snyder. Dalam aksi busuk untuk merebut harta suaminya tersebut, dia dibantu selingkuhan bernama Judd Gray, yang juga dihukum mati.

Kasus pembunuhan ini pada masanya menggemparkan publik Amerika Serikat. Saban sidang selalu ramai diliput media. Oleh sebab itu, pengadilan memerintahkan eksekusi mati Ruth pada 12 Januari 1928 di dalam Penjara Sing-Sing tertutup untuk pers.

Surat kabar New York Daily News rupanya tak kehilangan akal. Tahu semua wartawan mereka sudah dihafal mukanya oleh polisi, koran ini menyewa jasa Tom Howard, seorang fotografer muda asal Kota Chicago. Pria itu berhasil mengelabui petugas penjara dengan cara menyelipkan kamera di pergelangan kakinya. Kabel khusus dia hubungkan ke tombol di paha. Dengan demikian, sambil duduk menyaksikan proses eksekusi kursi listrik, Tom tetap bisa mengambil gambar dalam detik-detik akhir Ruth sedang meregang nyawa, saat badannya menggelepar karena menerima sengatan listrik yang mematikan (sehingga gambar menjadi sedikit buram).


Sumber :
http://www.merdeka.com/dunia/ini-foto-hukuman-mati-paling-dramatis-sepanjang-sejarah.html

Prajurit Soviet Memberi Susu Pada Beruang Kutub


Waktu: 1950
Tempat: Semenanjung Chukchi, Siberia (Uni Soviet)
Fotografer: Tidak diketahui

Prajurit dari unit pasukan tank Soviet ini memberi susu kental manis dalam kaleng yang sudah dibuka pada induk beruang kutub yang mendekati tank mereka saat melakukan ekspedisi militer menembus wilayah bersalju di Semenanjung Chukchi, Siberia. Beruang yang ingin tahu tersebut langsung menjilati kaleng susu yang diberikan sebelum memberikannya pada anak-anaknya. Kaleng susu kental manis (di Rusia dinamakan sgushchennoye moloko) berwarna biru dan putih itu sendiri merupakan salah satu jatah ransum musim dingin yang diterima oleh prajurit Tentara Merah, juga anak-anak Rusia pada masa itu.

Tidak diketahui apakah di Sememanjung Chukchi sendiri lebih banyak dihuni beruang kutub ataukah manusia. Yang jelas cuacanya sangat ekstrim, dimana suhu di musim dingin dapat mencapai -40°, sehingga bahkan bagi ukuran beruang kutub pun cuaca sedingin ini bisa membunuh mereka. Para prajurit baik hati ini, yang bertugas di Distrik Angkatan Darat Semenanjung Chukchi, memutuskan untuk tidak kabur manakala melihat kedatangan beruang-beruang malang yang kedinginan dan kelaparan tersebut. Mereka malah mulai memberinya makan dengan sedikit persediaan daging dan susu yang mereka miliki.






Sumber :
http://rarehistoricalphotos.com/feeding-polar-bears-tank-1950/

Wednesday, February 10, 2016

Pembunuhan Gorila di Kongo


Waktu: Juli 2007
Tempat: Mikeno, Kongo
Fotografer: Brent Stirton

 Pada tanggal 22 Juli 2007 sekelompok pemburu tak dikenal membunuh satu keluarga gorila di kaki gunung volkano Mikeno yang terletak di bagian timur Republik Demokrasi Kongo. Dengan bersenjatakan senjata otomatis, para pembunuh kejam ini menghabisi nyawa 12 ekor gorila anggota keluarga Rugendo yang terkenal diantara turis-turis yang datang berkunjung dan juga dicintai oleh para penjaga Taman Nasional Virunga tempat mereka tinggal. Keluarga kera raksasa terkemuka ini dipimpin oleh seekor gorila berpunggung putih dengan berat 226 kg bernama Senkwekwe. Dia dan anggota kelompoknya mungkin saja mengetahui kedatangan para pemburu yang akan mencabut nyawa mereka, tapi karena selama ini mereka sudah biasa melihat manusia yang lalu-lalang di sekitar habitatnya, kemungkinan besar mereka tidak menjadi waspada karenanya (begitu dekatnya habitat keluarga Rugendo dengan pemukiman manusia sehingga kadang-kadang salah satu anggotanya keluar dari hutan untuk 'berpiknik' di kebun jagung di wilayah perbatasan sehingga membuat marah petani lokal!).

Para Ranger (penjaga Taman Nasional) di barak Bukima yang terletak berdekatan bersaksi bahwa mereka mendengar beberapa kali letusan senjata di tengah malam. Saat melakukan patroli jalan-kaki keesokan paginya, mereka menemukan tiga gorila betina - Mburanumwe, Neza, dan Safari - telah tergeletak tak bernyawa, sementara bayi Safari yang masih hidup merangkak di sebelah ibunya. Keesokan harinya Senkwekwe ditemukan telah mati pula akibat dari luka tembakan di bagian dada. Tiga minggu kemudian bangkai anggota keluarga Rugendo lainnya, gorila betina Macibri, ikut ditemukan bersama dengan bayinya yang juga telah tak bernyawa.

Hanya sebulan sebelumnya, dua ekor betina serta seekor bayi dari grup gorila lainnya telah mendapat serangan dari pemburu tak dikenal. Para Ranger menemukan salah satu betinanya ditembak dari arah belakang dari jarak dekat layaknya eksekusi, sementara bayinya yang dibiarkan hidup tetap berada di pelukan ibunya. Gorila betina yang lainnya tidak pernah ditemukan.

Secara total, tujuh ekor gorila dari pegunungan Virunga telah terbunuh hanya dalam waktu kurang dari dua bulan, dan sampai saat ini orang yang bertanggung jawab melakukannya tidak pernah diketahui. Foto hasil jepretan dari wartawan National Geography Brent Stirton mengabadikan saat-saat pemimpin gorila Senkwekwe, yang sudah tak bernyawa, dibawa menggunakan tandu bagaikan anggota keluarga kerajaan oleh para penduduk desa yang menangisi kepergiannya. Foto ini kemudian menjadi terkenal dan dimuat di berbagai suratkabar dan majalah luar negeri. Pembunuhan semena-mena binatang tak berdosa ini memicu kemarahan dunia internasional yang mendesak pemerintah negara Kongo untuk segera menyelidikinya.


Sumber :
http://ngm.nationalgeographic.com/2008/07/virunga/jenkins-text

Bocah Austria yang Gembira Mendapatkan Sepatu Baru


Waktu: Desember 1946
Tempat: Wina, Austria
Fotografer: Gerald Waller

Seorang bocah yatim dari Austria bernama Werfel begitu gembira saat mendapatkan sepatu baru pemberian dari Junior Red Cross Amerika sehingga dia memeluk sepatunya tersebut sambil memperlihatkan rona kebahagiaan yang kentara di wajahnya. Momen istimewa ini diabadikan oleh fotografer Gerald Waller pada tahun 1946, satu tahun setelah berakhirnya Perang Dunia II yang memporakporandakan Eropa, di depan rumah yatim-piatu Am Himmel tempat Werfel dipelihara. Foto ini sendiri dipublikasikan untuk pertama kalinya oleh majalah LIFE terbitan 30 Desember 1946 (halaman 22), dan menjadi begitu terkenal sehingga dimunculkan kembali untuk kedua kalinya oleh majalah yang sama pada tanggal 24 September 1951 (halaman 180).

Caption yang menyertai publikasi pertamanya pada tahun 1946:

"ANAK-ANAK EROPA - Natal yang membawa kebahagiaan dan juga kesedihan. Bagi banyak anak-anak Eropa, Sinterklas seakan menjelma menjadi nyata pada Natal tahun ini. Saat sebuah kotak besar dari Palang Merah Amerika tiba di rumah yatim-piatu Am Himmel di Wina, sepatu dan juga jaket hangat serta pakaian baru menyeruak keluar dari dalamnya. Bagi anak-anak yang sebagian besarnya tak pernah mendapatkan pakaian baru selama berlangsungnya perang (seperti bocah di atas), pemberian ini membuat mereka merasa seakan terbang tinggi di surga. Tapi bagi ribuan anak Eropa lainnya yang menderita pasca-perang, Sinterklas tak datang menyambangi mereka..."

Band punk Bad Religion nantinya menjadikan foto hasil karya Gerald Waller ini sebagai sampul album Natal mereka yang dirilis pada tanggal 29 Oktober 2013.


Sumber :
http://blog.burnedshoes.com/post/34117773241/geraldwaller

Tuesday, February 9, 2016

Tangan Bocah Afrika dan Misionaris Kulit Putih di Uganda


Waktu: April 1980
Tempat: Distrik Karamoja, Uganda
Fotografer: Mike Wells

Foto ini diambil di distrik Karamoja, Uganda, bulan April 1980, dan memperlihatkan perbedaan yang kontras antara tangan bocah Afrika yang kelaparan dengan tangan misionaris kulit putih yang memegangnya. Lebih dari setiap berita internasional yang muncul serta pidato dari banyak pemimpin dunia yang disampaikan, foto ini memberikan gambaran paling jelas dari bencana kelaparan hebat yang melanda Uganda pada saat itu. Wilayah Karamoja mempunyai iklim yang paling kering di negara tersebut dan sangat rentan dalam menghadapi musim kemarau. Akibat bencana kelaparan yang melanda pada tahun 1980, diperkirakan 21% dari total populasi Uganda (dan 60% dari balitanya) mengalami kematian, sehingga menjadikannya sebagai salah satu bencana kelaparan paling parah dalam sejarah (peringkat pertama diduduki oleh Bencana Kelaparan Finn Akbar pada tahun 1696 dimana sepertiga populasi dunia pada saat itu menjadi korban)!

Fotografer Mike Wells, yang nantinya memenangkan World Press Photo Award atas fotonya tersebut, mengakui bahwa dia merasa malu saat mengambil fotonya karena dia tak bisa berbuat apa-apa untuk membantu bocah yang kelaparan tersebut dan malah seakan-akan memanfaatkannya untuk menjadi obyek dari fotonya. Pada awalnya, penerbit dimana dia bekerja menolak untuk mempublikasikan foto hasil karya Wells selama lima bulan sebelum memutuskan untuk memasukkannya dalam kompetisi World Press Photo Award. Ketika fotonya dinobatkan sebagai pemenang, Wells malah menolaknya karena dia merasa tidak pernah mendaftarkan fotonya untuk mengikuti kompetisi tersebut, dan juga dia berkeyakinan bahwa sangat tidak layak untuk menang melalui foto dari orang-orang yang sedang sekarat akibat kelaparan.

Kekeringan, kelaparan serta kekerasan antar etnis sampai saat ini masih berlanjut di Karamoja, Uganda. Orang-orang Karamoja sendiri awalnya merupakan suku Nomaden, tapi kemudian kebiasaan mereka secara drastis berubah pada tahun 1970 saat diktator Uganda saat itu, Idi Amin, menggalakkan pengamanan di wilayah perbatasan serta memberi mereka senjata untuk "mempertahankan diri" dari suku lainnya.



Sumber :
https://iconicphotos.wordpress.com/tag/mike-wells/

Thursday, February 4, 2016

Foto Pertama Machu Picchu Setelah "Penemuannya" oleh Hiram Bingham Tahun 1912


Waktu: Tahun 1912
Tempat: Machu Picchu, Peru
Fotografer: Hiram Bingham

Foto dari Machu Picchu yang diambil oleh Hiram Bingham III pada tahun 1912 setelah pengerjaan ekskavasi besar-besaran mulai dilakukan. Bingham telah menemukan kembali lokasi bersejarah tersebut pada tahun 1911. Foto ini memperlihatkan sebagian dari kota itu yang terlihat. Di sebelah kiri adalah teras pertanian barat, sementara persis di atasnya adalah Alun-Alun Suci dengan Kuil Utama dan kuil berjendela tiga di sebelah kanannya. Di atasnya lagi dan dihubungkan ke tempat tersebut melalui tangga terindah di Machu Picchu adalah Bukit Suci, dimana tersimpan Intihuatana yang merupakan batu penanda matahari. Di bagian tengah foto paling depannya adalah bongkahan batu-batu kasar dimana ditemukan sebagian besar artefak serta pin-pin perunggu yang ada di Machu Picchu. Di atasnya adalah taman berundak serta sebuah tenda jerami yang dibuat oleh orang Indian modern.

Machu Picchu ("Gunung Tua" dalam bahasa Quechua: sering juga disebut sebagai "Kota Inka yang hilang") adalah sebuah lokasi reruntuhan Inka pra-Columbus yang terletak di wilayah Pegunungan Andes pada ketinggian sekitar 2.400 meter diatas permukaan laut. Machu Picchu berada di atas lembah Urubamba di Peru, sekitar 70 km barat laut Cusco.
Machu Picchu dibangun dengan gaya Inka kuno dengan batu tembok berpelitur. Bangunan utamanya adalah Intihuatana, Kuil Matahari, dan Ruangan Tiga Jendela. Tempat-tempat ini disebut sebagai Distrik Sakral dari Machu Picchu.
Kerajaan Inka sendiri adalah sebuah kerajaan yang eksis pada tahun 1438 s/d 1533 dan terletak di wilayah yang sekarang menjadi negara Peru. Inka disebut sebagai peradaban "pra-Columbus", artinya sudah ada sejak sebelum kedatangan Christopher Columbus. Selama periode tersebut, Inka menguasai sebagian besar wilayah Amerika Selatan bagian barat yang berpusat di Pegunungan Andes hingga 1533, saat bangsa Spanyol menyerbu negeri itu. Atahualpa yang merupakan raja Inka terakhir, disebut juga dengan istilah Sapa Inca, tewas terbunuh oleh penjelajah Spanyol yang bernama Francisco Pizarro, yang juga menandai awal masa berkuasanya Spanyol di daerah tersebut.
Kerajaan Inka terdiri atas empat suku. Bahasa resmi kerajaan adalah bahasa Quechua, walaupun ada sekitar 700 bahasa lokal yang digunakan. Suku Inka melakukan pemujaan atas dewa-dewa, dengan Inti sebagai dewa matahari yang merupakan dewa terdepan. Ibukotanya ada di Cuzco, atau Qosqo, di selatan Peru.
Kota Inka yang hilang (Machu Picchu) adalah sebuah pusat kota kerajaan Inka yang dibangun pada tahun 1450, lembah Urubamba, pegunungan Peru. Disamping keberadaannya yang menakjubkan, ternyata kota Inka menyimpan 10 fakta menarik:
1. Hiram Bingham mengukir namanya sebagai penemu situs ini, padahal sebelumnya para penduduk lokal memang sudah mengetahui keberadaan tempat ini.
2. Machu Picchu terletak diketinggian 2,400 meter di atas permukaan laut.
3. Machu Picchu dibuat pada pertengahan tahun 1400 dan dijuluki sebagai “The Lost City of the Incas”.
4. Banyak dari batu-batu konstruksi bangunan Machu Picchu memiliki berat lebih dari 50 ton. Karena belum ada semen, mereka hanya memotong dan menumpuk batu tersebut sesuai dengan ukuran dan rancangan bangunan!
5. Luas keseluruhan area mencapai 325.92 Km persegi dan dideklarasikan sebagai “Historical Sanctuary” negara peru di tahun 1981.
6. Machu Picchu memiliki tiga bangunan utama, yaitu Intihuatana, Temple of the Sun (Kuil Matahari), dan Room of the Three Windows (Ruangan Tiga Kaca).
7. Machu Picchu setidaknya memiliki 170 bangunan dengan bentuk dan fungsi yang berbeda.
8. Machu Picchu awalnya dibangun sebagai sebuah benteng pertahanan, lalu berubah menjadi sebuah ibu kota suku Inca.
9. Hasil penelitian menunjukkan batu Intihuatana dibuat sebagai jam astronomi atau kalendar.
10. Konstruksi dari Machu Picchu tidak pernah selesai seluruhnya. Situs ini diabaikan selama serangan bangsa Spanyol kepada Kerajaan Inka.
Kini kota Machu Picchu ( Kota Inca yang hilang) menjadi tempat beristirahat para Llama.


Sumber :
https://it.wikipedia.org/wiki/File:Machupicchu_hb10.jpg
http://menyerap.blogspot.co.id/2013/04/sejarah-machu-picchu-kota-inka-yang.html
http://rarehistoricalphotos.com/first-photograph-upon-discovery-machu-piccu-1912/

Wednesday, February 3, 2016

Jalan Kayu Darurat di Lokasi Penebangan


Waktu: Awal abad ke-20
Tempat: Washington, Amerika Serikat
Fotografer: Darius Kinsey

Foto ini memperlihatkan sebuah truk Garford yang membawa gelondongan kayu besar melintasi jalan kayu darurat di lokasi penebangan tak dikenal di Washington, Amerika Serikat, awal abad ke-20. Sambil melihat foto di atas, sekarang bayangkan ini: sebuah jembatan panjang yang berdiri beberapa meter di atas tanah dan sepenuhnya terbuat dari gelondongan kayu tanpa tali pengikat atau pagar pelindung di pinggir. Para pekerja di masa itu benar-benar mempunyai nyali yang tinggi!

Foto ini sendiri dibuat oleh Darius Kinsey (1869-1945), seorang fotografer yang aktif di barat negara bagian Washington dari tahun 1890 s/d 1940. Dia terkenal karena foto-foto dalam format besarnya yang menampilkan para penebang hutan serta industri penebangan di masa itu. Dia juga mengabadikan foto-foto kereta api, lansekap, dan (terutama di awal karirnya) foto studio.


Sumber :
http://digitalcollections.lib.washington.edu/cdm/singleitem/collection/clarkkinsey/id/2849/rec/51
https://en.wikipedia.org/wiki/Darius_Kinsey

Gadis Napalm Perang Vietnam


Waktu: 8 Juni 1972
Tempat: Desa Trang Bang, Vietnam Selatan
Fotografer: Nick Ut

Seorang bocah perempuan berusia sembilan tahun berlari, telanjang sambil menangis. Di belakang gadis itu, terlihat bumbungan asap pekat ke angkasa menggetarkan jalanan. Di sekitar dia, terlihat pula empat bocah lainnya serta ada empat orang tentara bersenjata. Tubuh gadis kecil ini terbakar hebat. Ia menjerit kesakitan meminta pertolongan untuk meredakan sakitnya.

Phan Thị Kim Phúc adalah warga sebuah desa di Trang Bang, Vietnam. Pada tanggal 8 Juni 1972, pesawat Vietnam Selatan menjatuhkan bom napalm (bom bakar) di Trang Bang yang saat itu diduduki oleh pasukan Viet Cong (gerilyawan komunis Vietnam Utara). Dia bergabung dengan sejumlah warga biasa lainnya serta beberapa tentara Vietnam Selatan untuk kabur dari biara Cao Dai yang terletak di desa mereka dan bergegas menuju tempat perlindungan yang terletak tidak berapa jauh. Seorang pilot Vietnam Selatan salah mengira kelompok ini sebagai kelompok musuh dan memutuskan untuk membombardir mereka dengan bom napalm.

Fotografer Nick Ut mengambil gambar tersebut, dan ia kemudian memperoleh hadiah Pulitzer untuk fotografi atas gambar yang diambilnya. Gambar Kim Phúc berlarian tanpa berpakaian dengan latar belakang yang mengerikan menjadi sebuah simbol yang paling diingat atas Perang Vietnam. Dalam sebuah wawancara beberapa tahun kemudian, Kim Phúc ingat pada saat itu dia sedang berteriak "panas, panas!" dalam foto tersebut.

Setelah mengambil gambarnya, Ut dengan segera membawa Kim Phúc dan anak-anak lainnya menuju sebuah rumah sakit di Saigon dimana dia dinyatakan tidak dapat bertahan hidup dengan luka bakar yang sedemikian parah. Walaupun demikian, setelah 14 bulan perawatan di rumah sakit dan 17 kali operasi, dia diizinkan untuk pulang kembali ke rumah.

Setelah dewasa, Kim Phúc dijadikan simbol anti perang oleh Pemerintah Vietnam. Pada tahun 1986, Phúc diberi izin oleh pemerintahnya untuk melanjutkan studi ke Kuba.

Setelah menerima izin, dia kemudian menuju Kuba dan bertemu Bui Huy Tuan. Pada tahun 1989, Ut menuju Kuba untuk bertemu dia dan tunangannya. Kim Phúc dan Bui Huy Tuan menikah dan pada tahun 1992 mereka pergi berbulan madu. Selama pengisian bahan bakar pesawat di Newfoundland, Kanada, mereka turun dari pesawat dan meminta perlindungan politik di negara tersebut. Sekarang mereka tinggal di Ontario dan memiliki dua orang anak.

Pada tahun 1996, dia bertemu kembali dengan dokter bedah yang telah menyelamatkan jiwanya berpuluh-puluh tahun sebelumnya.


Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Phan_Th%E1%BB%8B_Kim_Ph%C3%BAc
http://jogja.tribunnews.com/2015/10/27/kisah-phuc-gadis-napalm-perang-vietnam

Friday, January 29, 2016

Aksi Bakar Diri Biarawan Buddha di Saigon


Waktu: 11 Juni 1963
Tempat: Saigon, Vietnam Selatan
Fotografer: Malcolm Browne

Selasa siang, 11 Juni 1963. Lalu-lintas di Kota Saigon, ibukota Vietnam Selatan, sedang ramai-ramainya. Pada perempatan Jalan Phan Dinh Phung dan Le Van Duyet, ratusan biksu berjajar di sekitar perempatan. Sebuah mobil sedan biru mendadak berhenti. Dari dalam mobil seorang biksu melangkah keluar menuju tengah perempatan, diikuti oleh dua orang biksu lainnya. Salah seorang biksu pengikut meletakkan bantalan di tengah perempatan sedang yang satunya lagi mengeluarkan lima jerigen dari dalam bagasi mobil.

Sesampainya di tengah perempatan, biksu yang pertama, belakangan diketahui bernama Thich Quang Duc, duduk dengan mengambil posisi lotus tradisional, posisi bersila dalam bertapa. Dua biksu pengikut menuangkan isi jerigen yang ternyata adalah bensin ke sekujur tubuh biksu yang duduk tersebut.

“Nam Mo A Di Da Phat…,” terdengar biksu tersebut sejenak berdoa. Berikutnya, dengan tenang dia menggoreskan korek api dan membakar tubuhnya.

Api seketika membakar sekujur tubuh biksu tersebut. Luar biasa, sedikitpun tubuhnya tak bergerak dan sama sekali tak terdengar suara mengerang apalagi menjerit kesakitan! Sungguh bertolak belakang dengan keadaan di sekelilingnya yang hiruk pikuk oleh kegaduhan dan suara ratapan orang-orang yang menyaksikannya. 

Polisi yang berada di sekitar lokasi mencoba mengendalikan situasi, namun gagal karena blokade lingkaran yang dibuat oleh ratusan biksu lainnya. Salah seorang biksu terus-menerus berteriak: “Seorang Biksu Buddhis membakar diri. Seorang biksu Buddhis menjadi martir!!!”

Thich Quang Duc adalah seorang biksu Buddha Ramayana. Apa yang dilakukannya adalah ritual Self-Immolation atau pengorbanan diri sendiri. Itu dilakukannya sebagai protes terhadap rezim Ngo Dinh Diem yang kerap membantai dan menyiksa biksu-biksu

Dalam pesan terakhirnya, yang disampaikan melalui sebuah surat, Thich Quang Duc berujar: “Sebelum aku menutup mata dan mendekatkan diriku kepada Buddha, dengan penuh rasa hormat aku meminta kepada Ngo Dinh Diem untuk menunjukkan sedikit rasa belas kasih kepada rakyatmu dan memberlakukan kesamaan agama untuk mempertahankan kesatuan negeri ini. Aku juga memanggil saudara-saudara dalam se-dhamma untuk melakukan pengorbanan dalam rangka melindungi Buddhisme."

Apa yang dilakukan oleh Thich Quang Duc bukanlah kejadian yang tiba-tiba, melainkan sebuah tindakan yang telah direncanakan sebelumnya. Terbukti, sehari sebelum aksi tersebut juru bicara umat Buddha di kota itu telah menyampaikan pesan kepada koresponden-koresponden Amerika yang banyak terdapat di sana (catatan: pada waktu itu tengah berlangsung invasi Amerika Serikat ke Vietnam sehingga banyak wartawan negara adidaya tersebut yang berada di Vietnam untuk meliput jalannya perang). Isinya mengatakan bahwa akan terjadi “sesuatu yang penting” esok hari di jalan di depan Kedubes Kamboja. Namun, karena persoalan umat Buddha sudah menjadi krisis sejak beberapa bulan sebelumnya, tak banyak wartawan yang menanggapi pesan tersebut.

Meskipun aksi tersebut telah merenggut nyawa Thich Quang Duc, namun Presiden Ngo Dinh Diem, sebagai sasaran aksi protes, menanggapi dengan dingin aksi tersebut. Dia bahkan mengeluarkan pernyataan yang menyebut Thich Quang Duc dalam keadaan mabuk obat-obatan sebelum dipaksa melakukan aksi bakar diri! Komentar lebih sinis datang dari adik ipar Dinh Diem - yang saat itu dianggap sebagai Lady First karena Dinh Diem adalah bujangan. Wanita tersebut berkomentar: “clap hands at seeing another monk barbecue show" (mari bertepuk tangan untuk acara memanggang biarawan lainnya).

Namun, pada saat kejadian, dua orang reporter New York Times yaitu Malcolm Browne dan David Halberstam datang ke lokasi untuk meliput kejadian. Publikasi besar-besaran terhadap peristiwa tersebut menarik perhatian dunia internasional. Dilengkapi dengan foto Malcolm Browne yang mengabadikan momen saat tubuh Thich Quang Duc terbakar, David Halberstam antara lain menulis: "Aku mengamati lagi, tetapi sekali saja sudah cukup. Api itu datang dari manusia; tubuhnya perlahan layu dan mengerut ke atas, kepalanya menghitam dan menjadi arang. Di udara tercium bau daging manusia terbakar; seorang manusia secara mengejutkan terbakar dengan cepat. Dibelakangku, aku bisa mendengar isak para warga Vietnam yang sekarang berkumpul. Aku terlalu shock untuk menangis, terlalu bingung untuk mencatat atau mengajukan pertanyaan, dan terlalu bingung untuk berpikir … Ketika ia terbakar, ia tidak pernah bergerak sedikitpun, tidak mengucapkan suara, dilakukan dengan ketenangan luar biasa, menjadi kontras dengan ratapan orang-orang di sekelilingnya."

Simpati terhadap biksu-biksu Buddha dan tekanan terhadap rezim Ngo Dinh Diem pun berdatangan dari segala penjuru dunia, sementara Malcolm Browne dan David Halberstam mendapat Penghargaan Pulitzer, penghargaan tertinggi untuk bidang jurnalisme cetak di AS.




Sumber :
http://www.kaskus.co.id/thread/512f607ddb9248c203000016/rezim-diem-mendiskriminasi-kaum-buddha-biksu-thich-quang-duc-bakar-diri/

Sunday, January 24, 2016

Bocah Afrika yang Kelaparan dan Burung Bangkai


Waktu: Maret 1993
Tempat: Desa Ayod, Sudan
Fotografer: Kevin Carter

Seekor burung bangkai dengan tenang menunggu bocah perempuan Afrika di depannya yang sedang meregang nyawa karena kelaparan. Gambar terkenal ini diambil oleh jurnalis foto asal Afrika Selatan, Kevin Carter, saat dia ditugaskan untuk meliput bencana kelaparan hebat di negara Sudan. Beberapa bulan kemudian sang fotografer mencabut nyawanya sendiri karena depresi atas apa yang telah dilihatnya. 

Orangtua bocah tersebut sedang sibuk mengambil bantuan makanan dari pesawat sehingga mereka meninggalkan anaknya selama beberapa waktu. Pada saat itulah Carter datang ke lokasi, sebuah wilayah yang berdekatan dengan desa Ayod di Sudan. Dia melihat seorang bocah perempuan tak berdaya yang berusaha keras menyeret tubuhnya yang lemah ke lokasi pemberian bantuan makanan. Ketika dia sedang berhenti sebentar untuk beristirahat, tak lama kemudian datang seekor burung bangkai yang mendarat di belakang si bocah. Untuk mendapatkan fokus yang diinginkan dimana kedua obyek ini sama-sama nampak dalam foto, Carter mendekati lokasi dengan sangat berhati-hati karena takut membuat burung bangkai tersebut terbang. Dari jarak sekitar 10 meter dia mengambil foto yang kemudian menjadi fenomenal di seluruh dunia. Carter mengambil beberapa foto lainnya selama sekitar 20 menit sebelum mengusir burung tersebut.

Setahun setelahnya (1994), Kevin Carter mendapatkan penghargaan Pulitzer atas fotonya yang menggetarkan nurani ini. Di tahun yang sama fotografer dari Afrika Selatan tersebut melakukan bunuh diri.

Tanpa fakta-fakta meyakinkan yang menyelubungi kematiannya, orang awam pastilah menganggapnya sebuah sebuah hal yang mengejutkan. Padahal dari sejak tersebarluasnya untuk pertama kali foto bocah Afrika dan burung bangkai tersebut di suratkabar The Now York Times terbitan bulan Maret 1993, banyak orang yang melayangkan kritik pedas kepada Carter. Masyarakat penasaran apa yang terjadi kemudian dengan si bocah tersebut, dan apakah Carter membantunya. The Times kemudian mengeluarkan statemen bahwa si bocah berhasil selamat sampai ke lokasi bantuan makanan, tapi di luar itu tak ada yang mengetahui kabarnya. Karena hal tersebut Carter dibombardir oleh pertanyaan tentang mengapa dia tidak membantu bocah tersebut, dan hanya memanfaatkaannya untuk menjadi obyek fotonya.

Yang jelas, Carter bekerja di masa para fotografer dan wartawan dilarang untuk menyentuh korban kelaparan karena takut tertular oleh penyakit yang mereka idap. Carter sendiri mengatakan bahwa tidak kurang dari 20 orang perhari yang meninggal di lokasi pemberian bantuan makanan, dan bocah malang itupun tidak menjadi pengecualian dalam hal tersebut. Tapi di lain waktu Carter juga sering mengekspresikan penyesalannya bahwa pada saat itu dia tidak melakukan apa-apa untuk membantu bocah Afrika malang yang menjadi obyek fotonya yang paling terkenal, meskipun sebenarnya pada saat itupun tak banyak yang dia bisa lakukan.

Pada tanggal 27 Juli 1994 Kevin Carter mengendarai mobilnya ke Braamfontein, sebuah kawasan dimana kawasan tersebut biasanya digunakan untuk tempat bermain. Disana dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara mengalirkan pipa knalpot mobilnya ke jendela di sisi pengemudi. Dia lalu meninggal karena keracunan karbon monoksida. Carter meninggalkan sebuah catatan yang berisi:

"Aku sungguh, sungguh menyesal. Rasa sakit telah menimpaku hingga bahagia itu takkan ada lagi... tertekan ... tanpa telepon ... uang sewa ... uang untuk hutang ... uang!!! ... Aku dihantui oleh ingatan dari pembunuhan dan mayat dan kemarahan dan kesakitan ... kelaparan atau anak kecil yang terluka, dari orang gila bersenjata, bahkan polisi, dari eksekutor hukum mati ... Aku pergi untuk bergabung dengan Ken (rekan sekerjanya Ken Oosterbroek yang meninggal beberapa minggu sebelumnya), kalau aku seberuntung itu.."



Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Kevin_Carter
http://rarehistoricalphotos.com/vulture-little-girl/

Saturday, January 23, 2016

Tragedi Kematian Omayra Sanchez


Waktu: November 1985
Tempat: Armero, Kolumbia
Fotografer: Frank Fournier

Berikut ini adalah sebuah kisah tragis tentang kematian seorang gadis belia yang menjadi korban dari bencana gempa dahsyat yang melanda wilayah Armero, Kolumbia, pada tanggal 13 November 1985.

Omayra Sanchez adalah seorang gadis cilik berusia 13 tahun yang tinggal di Armero, sebuah kota kecil di Kolumbia yang berpenduduk sekitar 31.000 orang. Sebelumnya kota tersebut bernama San Lorenzo, tapi kemudian dirubah oleh Presiden Rafael Reyes menjadi Armero pada tahun 1930 untuk mengenang José León Armero yang merupakan pahlawan kemerdekaan Kolumbia.

Pada tanggal 13 November 1985, warga kota Armero yang kecil dan tenang dikejutkan oleh letusan gunung berapi Nevado Del Ruiz. Letusan tersebut menghasilkan guncangan hebat yang meluluhlantakkan ribuan bangunan di Armero, dan masih ditambah lagi dengan muntahan lahar panas yang mengalir ke kaki gunung, membakar habis wilayah yang tertimpa oleh aliran panasnya - termasuk kota Armero.

Malam hari saat bencana terjadi, Omayra yang tinggal bersama dengan keluarganya terbangun oleh guncangan dahsyat, dan melalui siaran radio mereka mendengar bahwa lahar panas sedang mengalir menuju ke tempat mereka. Ditengah proses evakuasi menuju ke gunung terdekat, nenek Omayra terjatuh kedalam lubang saluran air. Omayra pun berhenti untuk menolongnya. Malang bagi gadis ini, setelah berhasil mengeluarkan neneknya, kakinya malah terjepit reruntuhan bangunan sehingga tidak dapat bergerak keluar.

Tim penolong yang datang tidak berhasil menariknya keluar, sementara saat itu air mulai mengalir deras dari lubang saluran air. Beberapa puing reruntuhan yang tergeser oleh air makin menghimpit Omayra. Keluarga dan beberapa penduduk lainnya hanya bisa menemani sang gadis kecil sambil menunggu datangnya tim penolong yang akan membawa peralatan yang lebih lengkap.

Tiga hari menunggu, tapi tim penolong tidak kunjung datang. Air kini telah bergerak hingga sebatas leher Omayra, dan selama itu pula - baik siang dan malam - orang-orang disekitarnya berusaha untuk menguatkannya dengan menghiburnya, mengajaknya bernyanyi, dan membantunya mengatasi ketakutannya.

Pada hari ketiga, dengan kondisi masih terjepit reruntuhan dan dalam rendaman air setinggi leher, Omayra mulai berhalusinasi. Ia berkata bahwa ia terlambat untuk berangkat ke sekolah. Tidak berapa lama kemudian ia meminta orang-orang disekitarnya untuk meninggalkannya agar ia dapat berisitirahat. Tak lama setelahnya sang gadis malang meninggal akibat gangren pada luka-lukanya dan juga hipotermia akibat terendam air selama berhari-hari.

Kru televisi yang datang untuk meliput gempa Armero juga menyiarkan liputan mengenai keadaan Omayra ke seluruh dunia. Foto yang anda saksikan diambil beberapa jam sebelum dia meninggal, dan dipublikasikan tak lama setelahnya. Reporter Cristina Echandia menyebutkan bahwa untuk seorang anak seusianya, Omayra cukup tabah dalam menghadapi keadaannya, dan bahkan hingga saat ajal menjemputnya.

Tim penolong datang terlambat akibat adanya serangan dari gerilyawan sayap kiri M-19 ke istana Mahkamah Agung Kolumbia yang berlangsung pada tanggal 6 November 1985 yang berakibat disanderanya 300 orang praktisi hukum terkemuka negara tersebut. Hal ini membuat pemerintah Kolumbia terlambat dalam mengirimkan balabantuan ke Armero karena memprioritaskan pada upaya pembebasan para sandera.

Hanya sepertiga penduduk Armero yang selamat, sementara sekitar 23.000 orang kehilangan nyawanya oleh bencana gempa bumi tersebut. Kota Armero kemudian ditutup untuk selamanya oleh pemerintah Kolumbia, sementara warga yang selamat diungsikan ke kota-kota lainnya. Armero kini hanyalah tinggal kenangan, hilang bersama dengan tragedi kematian Omayra serta ribuan orang lainnya.

Video berikut memperlihatkan rekaman saat Omayra masih hidup dan dalam keadaan terendam air hingga hampir mencapai mulutnya. Anda dapat menyaksikan ia mengucapkan salam bagi ibunya, dan meminta agar turut mendoakannya. Jutaan pemirsa diseluruh dunia menitikkan air mata menyaksikan rekaman video ini.




Sumber :
http://www.astrodigi.com/2009/11/tragedi-kematian-omayra-sanchez.html