Tuesday, February 16, 2016

Tergulingnya Truk Pembawa Bonek (1995)


Waktu: 17 Mei 1995
Tempat: Surabaya (Indonesia)
Fotografer: Sholihuddin

Setiap pengunjung yang singgah ke redaksi Jawa Pos di Graha Pena, Surabaya, mesti pernah melihat foto ini. Ini adalah karya wartawan Jawa Pos Sholihuddin yang terpilih sebagai foto terbaik World Press Photo 1995 kategori spot news. Penghargaan tersebut sangat membanggakan bagi Jawa Pos. Sebab, itu adalah penghargaan paling bergengsi bagi wartawan foto sedunia. Ada kisah menarik di balik foto yang diambil pada 17 Mei 1995 tersebut. Terutama soal lokasi pemotretan.

Apabila salah tempat membidik, fotografer bisa dijadikan objek Bonek. Kamera ditarik-tarik atau dimintai uang. Ketika sedang memotret, bisa saja saku digerayangi suporter. Dan pengalaman seperti itu biasa dialami sang wartawan. Karena itulah, sosok yang akrab disapa Sho tersebut memilih tempat aman, yakni di depan Mapolsekta Genteng, Jalan Ambengan. Lokasi yang strategis. Berjarak 300 meter dari Stadion Gelora 10 Nopember Tambaksari, tempat tersebut pasti dilewati arus suporter yang pulang.

Kebetulan, saat itu Kodam V/Brawijaya dan Polda Jatim mengerahkan truk untuk mengangkut Bonek agar lekas pulang. Biasanya mereka berlama-lama nongkrong di jalan sehingga menimbulkan kemacetan. Diberi tumpangan gratis, tentu saja mereka langsung menyerbu dan berebut naik truk. Truk pertama berangkat. Giliran truk kedua. Truk milik kodam itu dinaiki lebih banyak orang, bahkan sampai desak-desakan. ”Istilah Jawa-nya sampai munjung,” kata Sholihuddin.

Ya, namanya juga suporter, dengan kondisi itu, mereka malah bersorak-sorai. Dengan berani, mereka merobek terpal truk milik tentara hingga penumpang meluber ke atas. Suporter yang di atas malah loncat-loncat kegirangan. Mereka tidak berhenti menyanyikan yel-yel Persebaya. Maklum, kala itu Persebaya menang atas PSIS Semarang 2-0. Tingkah suporter itu membuat laju truk bagaikan orang mabuk, oleng ke kanan dan ke kiri. Untung, si sopir, Prada Munib, sadar diri. Truk dijalankannya dengan pelan. Tahu mau jatuh, para suporter malah semakin bersorak dan tertawa.

Alhasil, truk pun oleng ke kanan. Sudut kemiringan pun lama-lama mengecil. Ban di sebelah kiri terangkat. Bak bagaikan sedang freestyle. Truk kemudian maju dengan hanya ban di sebelah kanan saja. Eeeh... eeeh... byuarrr!!! Truk pun terguling. Puluhan suporter yang di atas truk semburat meloncat menyelamatkan diri.

Sholihuddin sudah memprediksi momen itu. Temaram senja yang semakin gelap membuatnya memutuskan untuk memakai blitz. Beberapa detik sebelum truk ambruk, pret, dengan sekali jepretan, foto pun didapat.

”Saat memotret itu, saya terjengkang ditabrak suporter yang loncat. Posisi saya dekat dengan truk. Hanya 10 meter. Polisi yang bersiaga langsung membantu menyelamatkan suporter yang terjepit,” ucapnya.

Ketika dicetak di kantor, alangkah kagetnya Sholihuddin dengan hasil foto yang menakjubkan! Pemimpin Redaksi Jawa Pos Solihin Hidayat memintanya memasang di halaman satu. Suatu hal yang berbahaya, mengingat truk itu adalah milik TNI-AD. Pada era Orde Baru, terlalu sensitif apabila menjelek-jelekkan tentara. ”Setelah foto itu dimuat, saya sempat diteror agar foto tersebut tidak disebarkan. Hehehe...,” katanya, lantas terkekeh.

Lantas, bagaimana kondisi para korban? Pada Jawa Pos edisi 18 Mei 1995, nama dan alamat lengkap 12 korban yang di bawa ke RSUD dr Soetomo dicantumkan. Dari kliping itulah penelusuran oleh Jawa Pos dilakukan 10 tahun kemudian (2015). Di antara 12 orang tersebut, hanya Fauzi, Budi, dan Samsul Hadi yang mencantumkan alamat valid. Bukan hanya jalan, nomor rumah pun disertakan. Jawa Pos berusaha mendatangi rumah Fauzi dan Budi di Jalan Jinten 31, Surabaya. Rumah itu memang betul merupakan rumah mereka. Namun, sang pemilik rumah mengatakan Fauzi dan Budi sudah pergi dari Surabaya. ”Entah pergi ke mana,” kata si pemilik rumah.

Jawa Pos lantas berusaha mendatangi Samsul Hadi di Jalan Gadukan Utara VIIB/26, Gresik. Setelah tanya sana-sini, akhirnya alamat yang dituju berhasil ditemukan. Terletak hampir di ujung Gang VII-B. Perlu keluar masuk gang untuk menuju ke sana. Setelah mengetuk pintu dan menunggu beberapa lama, sesosok ibu tua keluar dan bertanya. Dia tampak panik saat kami membeberkan identitas sebagai wartawan, ”Ada apa dengan anak saya?” Setelah mendapat penjelasan panjang lebar, dia pun memberikan nomor kontak Samsul. Saat ini Samsul berdomisili di Yogyakarta. ”Ada apa, Mas? Ibu saya telepon saya dan nangis nangis. Jawa Pos datang ke rumah. Nyangka-nya ada apa,” kata Samsul mengawali pembicaraan di telepon.

Setelah Jawa Pos menjelaskan maksud pencarian tersebut, dia pun mengingat kembali memori lama. Ketika truk itu terguling, Samsul berada di kap bagian dalam. ”Memang penuh banget. Ya namanya juga suporter, ndak mau diem,” ungkapnya. Beberapa detik sebelum jatuh, kepala Samsul nongol ke luar jendela truk. Jika saja dia tidak menarik kepalanya, lehernya bisa saja patah. ”Untung banget itu. Untung. Meski begitu, ya tetap saja saya cedera. Tapi, ya nggak begitu parah,” ujarnya.


Sumber :
http://www.koran.padek.co/read/detail/39145

No comments:

Post a Comment